Lompat ke isi

Tahun Enam Kaisar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kaisar Gordianus I

Tahun Enam Kaisar adalah sebutan untuk tahun 238 Masehi dalam sejarah Kekaisaran Romawi, yang ditandai oleh pergantian kekuasaan yang sangat cepat di antara enam orang yang mengklaim sebagai kaisar. Tahun ini adalah salah satu periode paling bergejolak dalam sejarah Romawi, mencerminkan ketidakstabilan dan konflik yang melanda Kekaisaran Romawi selama krisis abad ke-3.

Latar Belakang

[sunting | sunting sumber]

Kekaisaran Romawi pada abad ke-3 M mengalami banyak tantangan, termasuk invasi dari bangsa barbar, pemberontakan internal, serta masalah ekonomi yang semakin parah. Kaisar Severus Alexander, yang memerintah sebelum tahun 238 M, dianggap lemah oleh pasukan dan rakyatnya karena kurangnya ketegasan dalam menghadapi ancaman, terutama dari Sassanid di Timur dan dari suku-suku barbar di Eropa. Ketidakpuasan ini mengakibatkan perlawanan yang kemudian menggulingkan Severus Alexander.

Para Kaisar dalam Tahun Enam Kaisar

[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah keenam tokoh yang sempat mengklaim kekuasaan sebagai kaisar dalam tahun 238 M:

  1. Maximinus Thrax, seorang perwira militer dengan latar belakang yang rendah, diangkat menjadi kaisar oleh pasukannya pada tahun 235 M setelah pembunuhan Severus Alexander. Maximinus terkenal karena sifat kerasnya dan kebijakan yang tidak populer, terutama dalam pengenaan pajak yang tinggi untuk mendanai kampanye militer. Ketidakpuasan terhadap pemerintahannya menyebabkan timbulnya pemberontakan di Provinsi Afrika, yang menjadi pemicu utama dalam pergantian kekuasaan yang terjadi pada tahun 238 M.
  2. Para senator dan rakyat di Afrika Utara, tidak puas dengan pajak dan kebijakan Maximinus, mendukung pemberontakan yang dipimpin oleh Marcus Antonius Gordianus Sempronianus Romanus Africanus (Gordianus I) dan putranya Gordianus II. Kedua tokoh ini dinyatakan sebagai kaisar bersama oleh Senat Romawi pada Maret 238 M. Namun, mereka hanya memerintah selama kurang dari sebulan. Pasukan provinsi Numidia, yang loyal kepada Maximinus, menyerang dan mengalahkan pasukan Gordianus II. Dalam pertempuran tersebut, Gordianus II tewas, dan Gordianus I kemudian melakukan bunuh diri.
  3. Setelah kematian Gordianus I dan II, Senat Romawi terpaksa mencari alternatif untuk melawan Maximinus. Senat akhirnya memilih dua senator senior, Pupienus dan Balbinus, sebagai kaisar bersama. Namun, rakyat dan Garda Praetoria tidak menyukai kedua kaisar ini karena perselisihan di antara mereka, serta ketidaksepakatan mengenai cara menghadapi Maximinus. Meski begitu, mereka mampu bertahan cukup lama untuk menyaksikan kematian Maximinus.
  4. Karena ketidakpuasan publik dan militer terhadap Pupienus dan Balbinus, Senat akhirnya menunjuk cucu Gordianus I, yang baru berusia 13 tahun, sebagai kaisar dengan nama Gordianus III. Ia menjadi simbol kesatuan untuk berbagai pihak yang bersaing di Romawi, meskipun kendali kekaisaran secara efektif berada di tangan orang-orang di sekitarnya. Pupienus dan Balbinus akhirnya dibunuh oleh Garda Praetoria, meninggalkan Gordianus III sebagai satu-satunya kaisar.

Kronologi Singkat

[sunting | sunting sumber]
  1. Maret 238 M: Pemberontakan melawan Maximinus dimulai di Afrika. Gordianus I dan II diakui sebagai kaisar.
  2. April 238 M: Pasukan Numidia menyerang dan mengalahkan pasukan Gordianus II. Gordianus I dan II meninggal.
  3. April 238 M: Senat Romawi menunjuk Pupienus dan Balbinus sebagai kaisar bersama.
  4. Juni 238 M: Maximinus Thrax terbunuh dalam pengepungan Aquileia oleh tentaranya sendiri.
  5. Juli 238 M: Pupienus dan Balbinus terbunuh oleh Garda Praetoria. Gordianus III dinobatkan sebagai kaisar.

Dampak dari Tahun Enam Kaisar

[sunting | sunting sumber]

Tahun Enam Kaisar memperlihatkan ketidakstabilan politik yang ekstrem dalam kekaisaran dan semakin menegaskan pengaruh besar militer dan Garda Praetoria dalam menentukan penguasa Romawi. Peristiwa ini juga mencerminkan krisis yang terjadi dalam struktur pemerintahan dan menunjukkan bahwa sistem tradisional yang didasarkan pada otoritas senatorial mulai kehilangan relevansinya dalam menjaga stabilitas.

Selain itu, pemerintahan yang singkat dan kacau dari masing-masing kaisar mengakibatkan kerusakan yang cukup besar pada ekonomi Romawi. Setiap kaisar yang berkuasa cenderung berusaha mengumpulkan dana melalui pajak yang tinggi untuk mendanai ambisi militer dan membayar loyalitas tentara, yang pada akhirnya menambah beban ekonomi.

Lihat Pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. Grant, Michael. The Roman Emperors: A Biographical Guide to the Rulers of Imperial Rome 31 BC–AD 476. New York: Scribner, 1985.
  2. Bowman, Alan K., Peter Garnsey, and Averil Cameron, eds. The Cambridge Ancient History, Volume XII: The Crisis of Empire, AD 193–337. Cambridge: Cambridge University Press, 2005.
  3. Potter, David S. The Roman Empire at Bay, AD 180–395. London: Routledge, 2004.